Minggu, 26 April 2015

Edukasi bukan transfer materi (saja)

Kegelisahan yang saya rasakan ketika mendapatkan pendidikan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi hanya satu. Saya tidak mendapatkan alasan mengapa saya harus melaksanakan / mengikuti pendidikan tersebut. Alasan tersebut menjadi sangat amat penting dicari, hal tersebut karena seseorang yang memiliki alasan kuat untuk melakukan sesuatu pasti akan memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan secara maksimal.

Mungkin tidak akan masalah ketika SD kita belum tau alasan kita harus sekolah, yang pada saat itu sekolah merupakan hal yang sangat membebani (bagi saya). Satu - satu nya alasan saya sekolah waktu SD adalah bertemu teman - teman disana dan berbagi perkembangan Game Console terbaru (jaman itu masih hanya PS game console nya).

Namun ketika sudah memasuki SMP dan SMA, saya kira seseorang yang sudah akhir baligh (pria dan wanita), adalah moment ketika logika dan penalaran sudah bisa dicerna oleh seseorang. Maka moment tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan orang tua dan guru menekankan pentingnya sekolah, pendidikan dan mata pelajaran yang kita pelajari setiap harinya. Sayang nya saya tidak mendapatkan point tersebut ketika SMP dan SMA.

Hal tersebut berulang kembali ketika saya duduk di bangku kuliah, kuliah sarjana bagi saya hanya sambilan dengan inti kegiatan yang sangat menarik adalah kegiatan organisasi kampus. Alhasil, saya belajar dan mempelajari mata kuliah hanya sesaat sebelum ujian dan tugas dikerjakan dengan memanfaatkan teman - teman yang pintar saja. (whatta evil).

Daya logika saya semakin berkembang ketika saya mengambil sekolah master di Yogyakarta. Penalaran dan logika saya sangat diuji dan ditekan pada masa pendidikan tersebut. Saya berubah drastis menjadi mahasiswa yang belajar full time. Buku, artikel, paper dan kamus menjadi hal yang selalu saya bawa kemanapun, kapanpun, dimanapun. Hal tersebut karena dosen saya sangat amat menarik untuk diikuti diskusinya. Tanpa saya membaca, memahami dan menekan nalar saya, maka saya tidak akan paham diskusi yang dilakukan di kelas. (poor me).

Perubahan drastis tersebut mendidik saya mengenai apa sebenarnya proses pendidikan yang benar. Pendidikan bukan mengenai transfer materi. Selama saya master, dosen tidak terlalu banyak explain materi, mereka dengan sangat berhasil mendidik saya dengan cara memotivasi saya untuk belajar sendiri, mencari sendiri dan entah pakai magic apa saya menjadi sangat tertarik dengan materi - materi yang diberikan. Karena ada konsekuensi ketika saya tidak mempelajari hal tersebut, konsekuensinya yaitu ga nyambung ketika diskusi. Itu adalah hal yang sangat amat memalukan ketika dikelas, kalau sampai kita tidak nyambung diskusi. feel like a piece of scumbag.

Dari pengalaman tsb, saya mencoba mendidik pula dengan cara memotivasi mahasiswa untuk eager to learn and read everything. Itu jadi tantangan banget, sampai sekarang saya blm berhasil sepertinya mendidik spt itu. Indikasi blm berhasil? mahasiswa masih ada yang tidak bisa diajak diskusi dikelas. Hanya orang orang itu saja yang bisa diajak diskusi.

Whatta hell, apa yang salah dengan metodaku ya?
gimana cara bikin student eager to learn something new, not always accounting. But he need to have willingness to learn everything.

That's unfinished homework for me.

Tidak ada komentar: