Kamis, 18 November 2010

apa itu cinta, apa itu perkawinan

Suatu hari, Sidharta bertanya pada gurunya, “Apakah cinta itu, dan bagaimana saya bisa menemukannya? Gurupun menjawab, ” Ada sawah yang cukup luas didepan sana, dan berjalanlah kau dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting padi saja. Jika kau menemukan ranting yang kau anggap paling menakjubkan, artinya kau telah menemukan cinta”. sidharta pun berjalan, dan tidak lama kemudian, dia kembali di hadapan gurunya dengan tangan hampa, tanpa membawa apapun. Gurunya pun bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa sebatang ranting pun?” sidharta menjawab, “dari apa yang telah diperintahkan olehmu ya Guru, aku hanya boleh membawa satu ranting saja, dan saat berjalan aku tidak boleh berjalan mundur kembali, dan kuikuti seluruh perintahmu itu..."

“Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan di 1/3 perjalananku, akan tetapi aku masih ragu apakah ranting yang aku temukan di 1/3 perjalananku itu merupakan ranting yang paling menakjubkan, sehingga aku memutuskan untuk tidak mengambil ranting itu dan terus melanjutkan perjalananku dengan harapan aku akan menemukan ranting lain yang jauh lebih menakjubkan daripada yang telah ku temukan sebelumnya..... Saat aku melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak semenakjubkan ranting yang tadiku temukan, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”

Gurunya kemudian menjawab “ya.. itulah cinta”

Di hari yang lain, sidharta bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”

Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang rimbun didepan sana. Berjalanlah kau tanpa boleh mundur kembali (menoleh kebelakang) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling subur dan segar menurutmu, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”

Sidharta pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali ke hadapan gurunya dengan membawa sebatang pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang tampak segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?” sidharta pun menjawab, “setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku masih belum mendapatkan pohon yang menurutku paling segar dan subur, walaupun diawal-awal perjalanan aku telah menemukannya, akan tetapi aku masih ragu mungkin didepan sana ada yang paling subur dan segar, akan tetapi ternyata pohon yang aku temukan kemudian tidaklah terlalu segar dan subur, maka daripada aku pulang dengan tangan hampa sebagaimana perjalanan sebelumnya saat aku menanyakan tentang cinta pada guru, maka aku memutuskan untuk menebang pohon ini. karena aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya, walaupun memang bukan yang terbaik, dan akhirnya pohon inilah yang yang aku bawa ke kehadapanmu wahai guru". lalu gurunya menjawab "itulah pernikahan, wahai muridku.."

Tidak ada komentar: