Selasa, 13 Desember 2011

Jangan jangan UU kita yang SALAH

Orang mencoba identifikasi dan mencari siapa yang bertanggungjawab terhadap jembatan roboh, 
apakah pemda setempat? atau penyedia jasa? apa bupati? pemerintah pusat?

sampai sekarang blm ada yg mau mengakui kesalahan, 

pemda dan bupati "kami sudah mengajukan anggaran untuk perbaikan dan renovasi tp ga turun2"

pemerintah pusat "pemda seharusnya mengawasi dan memantau semua infranstruktur yg menjadi bagian vital suatu daerah"

penyedia jasa sudah lepas tanggungjawab dengan berkelit dibalik ungkapan berikut :
[Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun. UU No. 18 Ps.25 ayat 2]

Jangan-jangan undang-undang kita bersifat rule based (peraturan diungkapkan secara detail tanpa mempertimbangkan esensinya), terbukti secara detail mengatakan bila ada kegagalan konstruksi hanya akan menjadi tanggungjawab penyedia jasa maksimal 10 tahun sejak tanggal penyerahan infrastruktur.

Bila saya seorang penyedia jasa yang berfikir kapitalis dan maksimize utility, maka saya akan membangun infrakstruktur di indonesia dengan umur 11 tahun, sehingga bisa cost saving dan saya dapat earnings tinggi.

*lihatlah, ternyata undang-undang kita sendiri yang memancing kita untuk berperilaku menyimpang.

[hampir sama dengan UU 20/2001 dalam pasal 5,6,8 disebutkan bahwa denda para koruptor paling tinggi adalah 1 miliar dan paling rendah 50jt untuk jenis korupsi penyogokan, penggelapan dan korupsi oleh PNS atau penyelenggara negara] 

*kalo membaca UU itu, saya jelas akan memilih korupsi sebanyak-banyaknya karena maksimal denda cuma 1M, daripada saya korupsi 250jt ato 400jt, mending 400M, klo perlu APBN saya korupsi semua sekalian, nnti denda saja saya 1M, lalu saya masuk LP saya beli fasilitas LP yg full ac, tv digital, internet,dsb. Klo perlu saya rubah LP itu jadi surga dengan uang APBN yg saya korup. 

*Jangan-jangan selama ini semua tindakan menyimpang terjadi karena peraturan yang mengaturnya yang memang "disusun" agar mudah melakukan penyimpangan...
[No-body-know]

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Begini mas ascaryan, semuanya balik ke kultur. Jembatan semegah itu dipastikan COD nya sangat besar. Itung2-an penyedia jasa itu untung 3% - 5% setelah pajak sudah bagusz. Kemana kah mengalir COD itu.??
Ke pihak2 yang berkuasa ketika proyek dimulai dan berjalan.

Tentu Penyedia jasa juga salah, tpi dibalik robohnya jembatan, mash banyak koruptot yg berkeliaran. Dan rame2 cuci tangan setelah jembatannya roboh. Uang proyek sudah disulap jd Alphard sama mereka.. :) "pSa"

ascaries mengatakan...

pantes waktu itu ada kelompok pengusaha anti korupsi dateng ke tv one and said : kita bingung klo sama pemerintah, mau bersih ga dapet proyek, mau kotor deg degan...
*gimana ini? apa perlu Genosida?

basbestbos mengatakan...

hahahha gmn yan....di daerah juga gt.....asal punya koneksi, bermodalkan jurus kolusi proyek dijamin dapet. lah wong bendera CV aja bisa pinjem kok.

Anonim mengatakan...

Ya lht sj senior jg sdh mulai mengkader koruptor muda di PNS spt rekening gendut PNS muda yg disidik PPATK jd rupayan teknis korupsipun sdh mulai diwariskan dg berbagai metode dan modisnya

ascaries mengatakan...

ya itulah, orang kan berperilaku menyimpang karena:
1) ada kesempatan
2) kepepet keadaan
Makannya untuk meminimalisir itu dibikin aturan yg namanya Undang-undang, klo ternyata undang-undang masih ngasih celah, jangan-jangan UU kita yg salah dan yang kasih opportunity buat berperilaku menyimpang??
Ko bisa UU malah memberikan kesempatan?
*Jangan2 yg nyusun UU itu yg punya kepentingan terhadap penyusunan UU tsb?
*emg sapa yg nyusun UU? DPR,
*Jangan2 DPR punya banyak kepentingan pribadi dibalik menyusun UU ko bisa sampe UU banyak celah gitu?